Pertanyaan ini mungkin lebih penting dari persoalan teknis yang dibahas dalam blog mengenai liputan. Wartawan adalah pekerjaan yang aneh.Ketika saya memasuki karir sebagai wartawan secara sadar melalui Kompas tahun 1988, potret karir ini tidaklah cemerlang. Suasana saat itu masih diliputi represi dan tekanan serta sensor.
Mungkin pandangan subyektif akan lebih bermakna kalau alasan ini dikemukakan dengan teori-teori tentang jurnalistik. Alasan ini akan diringkaskan dalam beberapa poin untuk nanti dielaborasi.
1.Pertama, barangkali pribadi saya terbawa oleh orang tua sebagai guru di sekolah menengah. Apalagi ibu yang guru bahasa Indonesia memiliki pengaruh besar.Bahasa Indonesia ternyata di kemudian hari sangat penting dalam karir di dunia jurnalistik. Salah satu kalimat yang sangat mempengaruhi saya adalah tulisan Bung Karno dalam buku di Bawah Bendera Revolusi bahwa kalau guru adalah memberikan pendidikan kepada satu kelas, maka wartawan adalah guru yang memberikan pendidikan kepada masyarakat, kepada bangsa. Kalimat Bung Karno ini sungguh indah dan memberikan pandangan kuat terhadap liputan di lapangan.Ya seorang jurnalis tidak lain adalah guru bagi masyarakatnya, guru di ruang terbuka bukan di kelas yang tertutup.Wartawan adalah kalangan intelektual yang memberikan wawasan dan pencerahan kepada masyarakat dengan menemukan berbagai masalah di lapangan.
Dia bekerja tidak hanya sekedar membuat berita atau ulasan. Dia bekerja karena sadar sebagai guru yang semestinya memberikan arah kepada kehidupan bangsanya. Kalau hanya sekedar kuli disket atau kuli tinta, maka pekerjaan wartawan adalah membosankan dan melelahkan. Namun terbukti pandangan yang lebih mendalam sebagai bagian dari kalangan intelektual yang terbukti di di seluruh dunia akan memberikan tekanan dan penghargaan atas profesi ini.
to be continued
No comments:
Post a Comment