PIDATO
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DI DEPAN SIDANG TAHUNAN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2015
Jakarta, 14 Agustus 2015
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam Damai Sejahtera untuk kita semua,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya.
Yang saya hormati seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote;
Yang saya hormati Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;
Yang saya hormati Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Lembaga-Lembaga Negara;
Yang saya hormati para Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Kementerian;
Yang saya hormati Bapak BJ Habibie, Presiden Republik Indonesia Ketiga;
Yang saya hormati Ibu Megawati Soekarnoputri, Presiden Republik Indonesia Kelima;
Yang saya hormati Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia Keenam, beserta Ibu Ani Yudhoyono;
Yang saya hormati Bapak Try Sutrisno dan Bapak Hamzah Haz;
Yang saya hormati Bapak Boediono beserta Ibu Herawati Boediono;
Yang saya hormati Ibu Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid;
Yang saya hormati Ibu Karlina Umar Wirahadikusumah;
Yang saya hormati para Duta Besar Negara-Negara Sahabat, dan para Pimpinan Perwakilan Badan dan Organisasi Internasional.
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Hadirin sekalian yang berbahagia.
Mengawali pidato ini, saya mengajak hadirin, untuk bersyukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas karunia-Nya, kita dapat menghadiri Sidang Paripurna dalam rangka Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Terima kasih kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat yang telah menyediakan forum ini sehingga saya dalam kedudukan sebagai Kepala Negara, dapat menyapa seluruh rakyat Indonesia.
Melalui forum ini, sebagai Kepala Negara saya dapat menyampaikan laporan singkat kepada seluruh rakyat Indonesia tentang peran Lembaga-lembaga Negara. Selain itu, melalui forum ini terbuka ruang bagi saya untuk mengajak Lembaga-lembaga Negara membangun kekompakan demi memperkuat sistem pemerintahan Presidensial.
Saya sangat memahami bahwa setiap Lembaga Negara mempunyai peran sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi. Namun demikian, kekompakan Lembaga-lembaga Negara sangat diperlukan dalam perjuangan untuk mewujudkan janji kemerdekaan sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Sebagai negara berdaulat, kita harus menyadari bahwa sejatinya kita saat ini sedang 'perang'. Bukan perang fisik seperti yang dilakukan oleh para pahlawan pejuang kemerdekaan tetapi perang untuk memenangi perdamaian, kesejahteraan, dan kehidupan rakyat yang bahagia.
Kemenangan perang untuk memuliakan rakyat tersebut hanya akan terwujud kalau seluruh elemen dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia khususnya Lembaga-lembaga Negara, bersatu padu dan tidak terjebak pada ego masing-masing. Secara bersama-sama kita perkuat kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan kepribadian dalam kebudayaan. Trisakti harus menjadi strategi utama dalam membendung upaya-upaya bangsa lain untuk merongrong kedaulatan, kesejahteraan, dan karakter bangsa Indonesia.
Melihat modal sosial dan ekonomi yang kita miliki, peluang Indonesia untuk menjadi negara maju dan sejahtera sebenarnya terbuka lebar. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang besar dan kreatif, kelas menengah yang semakin besar, sistem politik yang demokratis, masyarakat Muslim yang moderat, dan menjadi kekuatan ekonomi ke-16 di dunia dengan Pendapatan Produk Domestik Bruto sekitar 10 ribu triliun rupiah. Dengan kerja keras, optimisme, dan mengubah sikap konsumtif menjadi produktif, kita akan bermartabat di antara bangsa-bangsa di dunia.
Percepatan untuk menjadi negara adil dan makmur tersebut, tentu dengan dukungan seluruh rakyat Indonesia, sangat ditentukan oleh kinerja dan kekompakan Lembaga-lembaga Negara. Kekompakan tersebut juga akan memperkuat sistem presidensial sehingga pemerintahan menjadi stabil. Dengan demikian, pemerintah akan mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Sejak Kabinet Kerja dibentuk, Pemerintah secara bertahap menjalankan program pembangunan nasional seperti digariskan dalam Nawacita. Pemerintah melakukan transformasi fundamental ekonomi dan mengubah paradigma pembangunan dari yang bersifat konsumtif ke produktif.
Untuk mengungkit pertumbuhan ekonomi, selain mendorong berkembangnya ekonomi kreatif, Pemerintah fokus melakukan pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, kereta api, pelabuhan, waduk, dan pembangkit listrik. Pemerintah juga mengalihkan subsidi BBM ke sektor-sektor produktif dan jaring pengaman sosial. Kini pemerintah sedang membagikan Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Keluarga Sejahtera, dan Asistensi Sosial untuk Penyandang Disabilitas Berat.
Pemerintah mengakui, masih banyak persoalan yang menghadang kita. Sampai hari ini ketidakstabilan harga pangan masih terjadi, kesenjangan kaya dan miskin dan antarwilayah masih terbuka, praktik korupsi masih berlangsung, dan penegakkan hukum belum sepenuhnya kokoh. Pemerintah akan bekerja keras untuk memerangi persoalan-persoalan tersebut. Khusus untuk ranah politik, terutama menyangkut pertentangan internal di beberapa partai politik, Pemerintah bersikap netral, dan berharap persoalan yang ada bisa diselesaikan dengan baik.
Sementara itu, perombakan Kabinet Kerja yang baru saja saya lakukan, pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kinerja pemerintah sehingga percepatan pembangunan nasional bisa terwujud. Perombakan Kabinet tersebut adalah salah satu jembatan terbaik untuk mewujudkan janji saya pada rakyat, yaitu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas kehidupan mereka.
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Perlu diketahui, semua Lembaga Negara di Tanah Air selama ini terus bekerja. MPR telah membangun tradisi politik yang baik. Menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Pimpinan MPR melakukan silaturahim kepada tokoh-tokoh bangsa, menyampaikan undangan secara langsung kepada Presiden dan Wakil Presiden terpilih; juga kepada teman bertanding dalam pilpres yang lalu. MPR juga sedang melakukan gerakan nasional untuk membangun karakter bangsa dengan manifesto "Ini Baru Indonesia" dan terus melakukan sosialisasi Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Selain itu, mengawali pelaksanaan wewenang yang diatur dalam UUD 1945, MPR periode 2014-2019 telah mengadakan sidang untuk melantik Presiden dan Wakil Presiden Terpilih hasil Pilpres 2014, di tengah keraguan masyarakat terhadap kesungguhan MPR untuk melantik Presiden dan Wakil Presiden Terpilih.
Sementara itu, DPR RI sebagai lembaga perwakilan rakyat sedang mentransformasi diri menjadi parlemen modern. Mekanisme checks and balances, fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan selama ini bekerja dengan baik.
Pelaksanaan fungsi legislasi DPR dilakukan selaras dengan arah pembangunan hukum nasional dan berkorelasi positif dengan rencana kebijakan pembangunan politik hukum nasional. Pelaksanaan fungsi anggaran DPR dilakukan dengan senantiasa memperhatikan sistem ekonomi nasional, yaitu sistem ekonomi yang berdikari. Pelaksanaan fungsi pengawasan DPR diarahkan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang, keuangan negara, dan kebijakan pemerintah yang lebih efektif dan efisien.
Saudara-saudara,
DPD juga telah bekerja dengan baik untuk menjadi penyalur aspirasi dan kepentingan pembangunan daerah sehingga postur APBN semakin berpihak ke daerah. Aspirasi DPD untuk meningkatkan alokasi anggaran ke daerah memperoleh dukungan penuh dari Pemerintah.
Lahirnya beberapa undang-undang seperti UU Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan, dan UU Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan inisiatif DPD RI. Demikian juga dengan RUU Tentang Wawasan Nusantara yang sekarang masuk Prolegnas 2015. Selain itu, DPD juga aktif dalam mendorong kerja sama bilateral maupun multilateral.
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Dalam hal pemeriksaan keuangan, BPK selama ini telah mendorong pemerintah pusat dan daerah meningkatkan kualitas dan akuntabilitas keuangan negara. Sebagai Lembaga Negara, BPK telah bekerja cermat dan selalu memastikan pengelolaan keuangan negara dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Setahun terakhir, BPK semakin meningkatkan prioritas pemeriksaannya pada program-program yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat, khususnya untuk menilai aspek ekonomi, efisiensi, efektifitas, serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Demikian pula halnya dengan penegakan hukum. Memasuki tahun 2015 Mahkamah Agung telah meningkatkan pelaksanaan empat misinya, yaitu menjaga kemandirian badan peradilan, memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan, meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan, serta meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan.
Mahkamah Agung telah melakukan terobosan dalam penanganan perkara dengan membuat standar waktu yang jauh lebih cepat untuk sebuah perkara dikirim kembali ke pengadilan pengaju, dan implementasi sistem kamar untuk memastikan konsistensi putusan. Dengan langkah ini, kinerja penanganan perkara di MA terus menunjukkan hasil positif. Selain itu, MA juga telah melakukan perampingan kepemimpinan, keterbukaan informasi, dan memberikan akses yang lebih baik terhadap pencari keadilan.
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Sepanjang tahun 2014, Mahkamah Konstitusi telah menuntaskan tugas konstitusionalnya untuk mengadili dan memutus perkara Perselisihan Hasil Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan dengan berkualitas dan tepat waktu. Putusan Mahkamah Konstitusi telah pula dijalankan dan menjadi dasar pembentukan lembaga perwakilan baik Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, maupun DPRD provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia.
Selain itu, dengan memutus perkara Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada 21 Agustus 2014, MK telah berhasil mengawal dan menghantarkan proses suksesi kepemimpinan nasional berjalan di atas rel konstitusi, berlangsung aman dan damai. Rakyat Indonesia berharap MK juga sukses dalam menangani sengketa hasil pemilihan kepala daerah.
Sementara itu, pembangunan hukum nasional juga ditopang oleh Komisi Yudisial. Berkenaan dengan wewenang pengusulan calon Hakim Agung, Komisi Yudisial selama ini telah menjalankan tugasnya untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung. Komisi Yudisial juga terus menjalankan program menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim dengan cara meningkatkan kapasitas hakim melalui berbagai pelatihan dengan penekanan pada Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim, pemantauan, edukasi publik tentang peran dan kewenangan hakim, advokasi, dan mengupayakan pemenuhan kesejahteraan hakim.
Komisi Yudisial juga terus melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim, serta memutuskan benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim. Komisi Yudisial juga menyiapkan calon-calon hakim yang kompeten melalui program klinik etik dan hukum di beberapa perguruan tinggi. Penyiapan calon-calon hakim yang kompeten tersebut dilakukan dengan menjaring minat para mahasiswa jurusan ilmu hukum untuk dididik menjadi calon hakim yang berkualitas dan berintegritas.
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,
Kinerja Lembaga-lembaga Negara yang saya sampaikan tadi, merupakan bagian dari upaya luhur kita untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas pembangunan di negeri kita agar semakin demokratis, berwibawa, dan bermartabat.
Saya mendukung masing-masing Lembaga Negara untuk memperkuat peran dan fungsinya terutama dalam melanjutkan reformasi birokrasi. Saya berharap lembaga negara makin kuat dalam memberantas korupsi sebagai bagian dari perwujudan akuntablitas dan transparansi pemerintahan.
Kita juga berkewajiban untuk saling menjaga kewibawaan Lembaga-lembaga Negara, saling bersinergi, dan meningkatkan kepercayaan publik nasional maupun internasional. Ingat, kita sedang berjuang untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia.
Akhirnya saya mengajak para pimpinan lembaga negara untuk berperan lebih besar dalam memelihara stabilitas politik demi percepatan pembangunan nasional. Mari kita bersama-sama gelorakan semangat untuk mengedepankan kepentingan bangsa dan negara. Mari kita bangun Tanah Air, Tanah Tumpah Darah kita dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab.
Dirgahayu Republik Indonesia !
Terima kasih,
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Om Shanti Shanti Shanti Om,
Namo Buddhaya.
Jakarta, 14 Agustus 2015
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
JOKO WIDODO
Friday, August 14, 2015
Pidato Presiden Jokowi di Sidang Tahunan MPR 2015
Wednesday, May 27, 2015
2014, MNCN Raup Laba Bersih Rp 1,76 Triliun
JAKARTA, KOMPAS.com – Sepanjang 2014 PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) membukukan laba bersih Rp 1,762 triliun, naik 4 persen dari laba bersih tahun 2013 yang tercatat mencapai Rp 1,691 triliun. EPS juga meningkat 4 persen menjadi Rp 126 miliar, dari Rp 121 miliar pada 2013.
Adapun laba bersih perusahaan Hary Tanoesoedibjo ini pada kuartal IV-2014 tersebut tercatat Rp 373 miliar, atau drop 11 persen dibanding kuartal IV-2013 yang mencapai Rp 421 miliar. “Kuartal-IV sedikit menantang bagi kami dengan pendapatan iklan menurun sebesar 7 persen, seiring dengan pengiklan yang mengurangi belanja iklan karena ketidakpastian pemilu dan perdebatan tentang kenaikan harga BBM,” terang Hary dalam keterangan tertulis, diterima Kompas.com, Kamis (2/4/2015).
Walaupun di tengah situasi sulit, lanjut Hary perseroan tetap berhasil untuk mengurangi biaya dan membukukan marjin EBITDA inti sebesar 46 persen pada kuartal-IV 2014. EBITDA inti pada kuartal-IV tercatat Rp 738 miliar, sedangkan EBITDA inti sepanjang 2014 tercatat mencapai Rp 2,779 triliun.
Laba usaha MNCN pada kuartal IV-2014 mencapai Rp 691 miliar, atau turun 13 persen dari kuartal IV-2013 yang menyentuh Rp 795 miliar.
Adapun laba usaha MNCN sepanjang 2014 tercatat Rp 2,604 triliun, atau naik 2 persen dari 2013 yang mencapai Rp 2,560 triliun. Total pendapatan konsolidasi pada kuartal IV-2014 tercatat Rp 1,622 triliun atau turun 9 persen dari kuartal IV-2013 yang sebesar Rp 1,774 triliun.
Sepanjang 2014, total pendapatan konsolidasi meningkat 2 persen menjadi Rp 6,666 triliun dari Rp 6,522 triliun pada periode yang sama tahun 2013. Sementara itu beban langsung pada kuartal IV-2014 sebesar Rp 685 miliar, turun 17 persen dari periode sama 2013 yang sebesar Rp 826 miliar. Dan beban langsung sepanjang 2014 mencapai Rp 2,813 triliun atau turun 1 persen dari periode tahun 2013 yang sebesar Rp 2,851 triliun. Penurunan ini dikarenakan adanya pengurangan biaya produksi hasil dari peningkatan produksi internal.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/04/30/0715113/Dari.Iklan.MNCN.Raup.Pendapatan.Rp.5.72.Triliun?utm_campaign=related_left&utm_medium=bp&utm_source=bisniskeuangan
Friday, May 22, 2015
Jurnalisme Abad ke-21
Bagi para jurnalis muda, abad ke-21 menawarkan masa depan menarik bagi media massa. Dunia seolah menjadi satu karena kemajuan teknologi sehingga kebutuhan akan informasi menjadi sangat penting. Keperluan terhadap informasi tidak hanya dalam hitungan hari tetapi sudah per jam, per menit bahkan dalam situasi tertentu per detik.
Kredo jurnalisme masih terkait dengan kecepatan dan akurasi selain keberimbangan dan imparsial. Oleh sebab itulah maka percaturan media sudah pada tahap balapan dengan waktu untuk menyajikan yang tercepat dan terlengkap. Tidak hanya itu, dengan adanya berbagai platform maka sajian jurnalisme dengan kekuatan data multimedia akan menjadi andalan bagi masa depan.
Dari situasi inilah, maka persyaratan bagi jurnalis ke depan berbeda dengan yang terdahulu. Seorang jurnalis tidak hanya mampu menulis dengan jelas, lugas dan akurat tetapi juga memiliki kekuatan story telling. Bahwa dalam sajian berita bentuk penulisan piramida terbalik sangat penting namun bukan satu-satunya model yang diterima publik sekarang.
Intinya seorang jurnalis saat ini dan ke depan perlu memiliki beberapa skills sekaligus:
1. Jurnalisme dasar menyangkut penulisan berita dan feature yang mumpuni. Penulisan berita mengikuti standar yang ada saat ini dengan pola piramida terbalik dengan pola 5W1H. Namun demikian dalam penulisan berita sekarang karena berlomba dengan multiplatform journalism maka seorang jurnalis dituntut memberikan konteks terhadap berita yang ditulisnya, dia juga dituntut memaknai apa yang disampaikannya kepada publik. Berita tanpa makna hanya akan jadi serpihan informasi tidak bermanfaat.
2. Jurnalis multiplatform. Di lembaga media Barat seperti BBC, seorang jurnalis, seorang produser sudah dituntut kemampuan menyampaikan laporan di berbagai paltform. Misalnya, dia harus mampu mengikuti prinsip-prinsip pemberitaan online sehingga begitu peristiwa terjadi dia bisa langsung membuat laporannya lengkap dengan gambar. Di samping itu juga siap menyampaikan laporan audio video untuk radio dan atau televisi. Di sinilah kemampuan memnyusun naskah untuk broadcasting dituntut dari semua jurnalis. Dan lebih lengkap lagi jika mampu menulis di platform cetak baik surat kabar atau majalah. Kemampuan menulis di cetak masih diperlukan karena media cetak masih tetap hidup.
3. Jurnalis investigasi. Pada saat dunia informasi mengalir cepat maka laporan dan berita pun muncul sangat cepat. Di sinilah kemampuan jurnalis untuk melakukan liputan menyeluruh dan mendalam dituntut. Dia tidak hanya mampu secara instan menyajikan laporan tetapi juga diminta menyusun laporan jurnalistik yang panjang dan mendalam. Bentuk jurnalisme investigasi ini akan memberikan makna lebih luas terhadap laporan jurnalistik. Laporan mendalam merupakan perjalanan intelektual karena dia berhadapan dengan berbagai fakta dan bagaimana meramunya agar mudah dicerna publik, sekaligus mempengaruhi pengambilan keputusan. ***
Nur Misurari: Kami berjuang untuk Kemerdekaan
Perubahan dari pemimpin pertempuran menjadi pemimpin politik memang memiliki arti, namun tujuannya sama. Pada waktu perang dan damai, kami berjuang untuk kemerdekaan, keadilan, perdamaian untuk kesejahteraan rakyat kami. kami berjuang untuk kebaikan dan menentang kejahatan.
Demikian dikatakan Ketua Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) Nur Misuari (54) di atas kapal "Jihadah 1st" yang sedang melaju ke Pulau Langil dekat Zamboanga, Filipina, 5 September 1996. Kapal kayu buatan sendiri itu dilengkapi tiga mesin Yamaha berkekuatan 160 tenaga kuda.
Misuari yang mengenakan tutup kepala dari anyaman bambu, baju lengan panjang warna krem dan celana panjang warna hitam dikawal sedikitnya 10 mujahidin atau lasykar MNLF. Kapal berukuran kira-kira 10 meter kali 3 meter itu terasa sumpek karena dipenuhi sedikitnya 50 orang, termasuk sisa anggota grup pertama pendukung Misuari yang terkenal disebut "top 90".
Meskipun sudah damai pengawalan terhadap Mr Chairman demikian pengikutnya memanggil dilakukan dengan ketat. Kapal boat "Jihadah 2nd" yang berisi mujahidin dan juga sebagian tentara marinir Filipina mengikuti dari belakang.
Misuari menandatangani kesepakatan damai dengan pemerintah Filipina hari Senin (2/9) di Istana Malacanang disaksikan Presiden Fidel Ramos. Perdamaian itu mengakhiri konflik bersenjata hampir seperempat abad di Mindanao dan menelan korban sedikitnya 120.000 jiwa. Dewan Filipina Selatan untuk Perdamaian dan Pembangunan (SPCPD) akan dibentuk dan dipimpin Misuari. Sebentar lagi Misuari akan jadi gubernur Wilayah Otonomi Muslim Mindanao (ARMM) melalui pemilu 9 September.
Tidak terkejut
Misuari yang saat itu bermuka segar dengan jenggot dan kumisnya yang khas, bersedia mengajak Kompas masuk kapal khususnya untuk perjalanan nostalgia serta berbincang-bincang secara akrab di atas kapal. Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana kesan Mr Chairman setelah penandatanganan kesepakatan damai dengan pemerintah Filipina ?
Karena kami sudah perkirakan sebelumnya bahwa kami harus mendapatkan kesepakatan ini pada akhirnya, tidak banyak kami rasakan kejutannya. Tidak ada sama sekali perasaan terkejut. Namun jika hal ini harus diperlakukan maka tentu disambut dengan kegembiraan. Di beberapa tempat bahkan tampak kegembiraan yang meluap-luap khususnya diantara anak-anak muda, kegembiraan yang biasa dialami genearsi muda. Tetapi kami sudah memperkirakan semua itu, maka tidak dirasakan
kami sebagai kejutan.
Mengapa untuk mencapai kesepakatan ini perlu waktu hampir 20 tahun ?
Well, ini disebabkan diantara kami curiga terhadap niat satu sama lain. Dan perlunya perdamaian tidak begitu kuat, tidak begitu tajam. Tak memaksa kami mengesampingkan kecurigaan satu sama lain, khususnya di tubuh pemerintahan Filipina. Saya khawatir hal ini akan dipandang sebagai sesuatu yang permanen dimana pemerintah memegang kekuasaan sepenuhnya di Mindanao. Kemudian nantinya apa yang dinginkan kami jalan sendiri. Itulah yang saya khawatirkan. Hal itu ternyata bisa terselesaikan karena ternyata hanya semata-mata kecurigaan. Warna dari
imajinasi.
Apakah bangsa Moro mendapatkan semua tuntutan melalui kesepakatan?
Tentu saja kami tak memperkirakan akan mendapatkan semua hal melalui kesepakatan karena tidak ada kemenangan militer yang jelas di medan laga. Jika ada kemenangan yang telak maka kami dapat memaksakan mereka atau mereka memaksa kami, tapi hal itu tak terjadi
Mr Chairman ketika di Istana Malacanang menyebutkan begitu banyak pemimpin dan negara yang berjasa kepada Bangsa Moro dan memberikan ucapan terima kasih kepada mereka. Seberapa besar jasa mereka ?
Well, saya menyebutkan mereka karena bagaimanapun juga mereka telah berjasa. Anda tahu dalam Islam Rasulullah mengatakan yasykurullah, man la lasykurunnas. Seseorang tidak bersyukur kepada Allah, jika tak bersyukur kepada yang memberi pertolongan. Sebagai manusia kita berhubungan dengan mereka sehingga jika tak berterima kasih kepada mereka, maka Anda tak bersyukur kepada Allah. Itu adalah suatu perasaan terima kasih meskipun saya harus berbicara panjang lebar. Tentu saja banyak orang yang tak bisa saya sebutkan.
PM Mahathir Mohammad, sebagai contoh, saya harus sebutkan karena Malaysia ramah menerima kami sebagai pengungsi. OIC (Organisasi Konferensi Islam) juga banyak membantu dengan mensahkan resolusi-resolusi. Saya juga harus menyebutkan Menlu Abdullah Badawi, sangat menolong dalam OIC. Banyak lagi pemimpin lain, pemimpin Muslim dari berbagai negara Muslim lainnya. Namun sungguh sulit menyebutkan setiap orang. Saya harap memiliki kesempatan untuk menyebutkan mereka satu persatu berdasarkan ingatan kami.
Apa sebenarnya bayangan jangka panjang Anda terhadap bangsa Moro ?
Saya selalu menyerukan kepada rakyat, saya katakan singkirkan semua pengalaman masa silam di belakang Anda dan kemudian tentukan cita-cita tinggi. Dari situ tataplah mata Anda ke masa depan. Ya, saya harus melakukan hal itu karena saya yakin jika seseorang bercita-cita tinggi, dan ingin mencapai cita-cita itu tentu saja harus bertindak jauh ke depan.
Rakyat selalu bijaksana
Apakah Anda sudah mempersiapkan kepemimpinan masa depan di tubuh MNLF ?
Kepemimpinan baru akan muncul secara alamiah, secara spontan. Kita tak perlu memelihara terus apa yang disebut zamannya orang tua. Itu tidak perlu. Kami ingin rakyat memilih dengan ikhlas pemimpin bagaimana yang mereka inginkan. Rakyat selalu bijaksana. Kita tak menginginkan kebijaksanaan dari mereka yang berkuasa yang memaksakan kehendak, ya atau tidak. Tetapi karena kejujuran rakyat, dikarenakan kebijaksanaan rakyat.
Apakah Mr Chairman juga sudah mempersiapkan pemimpin mendatang?
Pemimpin mendatang akan datang pada waktunya. Kami memiliki banyak emimpin. Mungkin pemimpin generasi mendatang, lebih berpengalaman dalam menjalankan pemerintah, kegiatan ekonomi, kebudayaan dan berbagai cabang kehidupan. Mungkin mereka lebih siap dibandingkan kami. Kami siap untuk perang, tidak untuk yang lain. Sebab kami tak berharap bisa bertahan dalam perang itu.
Banyak dari saudara kami telah meninggal. Hanya sedikit dari kami masih hidup. Saat itu berisiko sehingga terlalu sulit memikirkan apa yang akan dilakukan. Kami siap menyelamatkan diri karena peran ini. Mungkin perjalanan mendatang akan diambil alih. Alhamdulillah kami bisa bertahan. Seperti saudara-saudara kami juga bisa bertahan.
Bagaimana sebenarnya pengalaman pendidikan Anda, sebab pernah dikatakan Anda adalah dosen di Universitas Filipina ?
Ya saya pernah jadi mahasiswa di Universitas Filipina, sampai saya meninggalkannya. Saya pernah di jurusan ilmu politik, hukum, jurusan studi Asia. Saya tertarik terhadap ideologi, filosofi, revolusi di mana pun di dunia. Saya mengajar disana. (Misuari mengajar setelah lulus tahun 1962 kemudian mundur untuk berjuang demi bangsa Moro sekitar tahun 1968)
Seberapa besar pengaruhnya pengalaman akademis itu ?
Saya tak bisa mengatakan seberapa besar pengaruh pendidikan ini tapi tak juga bisa menyangkalnya. Mungkin lebih berpengaruh dalam soal pengalaman mereka di mana kita dapatkan melalui suatu perjalanan intelektual. Mungkin hal itu memasuki bawah sadar saya dan mendorong saya maju. Tapi pada umumnya sejarah kemanusiaan, studi mengenai masyarakat sekarang dan visi mengenai masyarakat mendorong saya maju untuk mencari kemajuan dan kemajuan baru. Dan juga mengenai rakyat kami, saya kira itulah yang saya inginkan.
Tentang putranya
Apa yang Anda harapkan dari putra dan putri Anda dalam perjuangan bangsa Moro ? (Misuari adalah ayah enam anak dari dua istri) Saya tidak mendorong mereka. Saya minta kepada mereka belajarlah lebih banyak lagi, ketika masih muda.
Di mana mereka belajar ?
Ada yang belajar di Cairo, Uni Emirat Arab, Islamabad, Filipina. Saya ingin menghasilkan anak-anak yang belajar di berbagai belahan dunia. Saya ingin memiliki perserikatan bangsa-bangsa sendiri. (ia tertawa lebar disambut sebagian pengikutnya)
Apakah ada juga yang belajar militer ?
Well, anak laki-laki tertua ingin belajar di akademi militer Mesir, saya bilang untuk apa ? ia menjawab, tidak tahu saya hanya ingin belajar di sana. Namun sekarang ia belajar syariah di Universitas Al Azhar.
Adiknya belajar di Abu Dhabi, Emirat Arab. Ia masih di SMA masih sulit menentukan pilihan jurusan, mungkin ia akan mempelajari ke kedokteran. Adiknya lagi belajar di Islamabad. Ia bilang akan belajar kedokteran. Semalam ia berseloroh dengan bilang pada saya ingin belajar bisnis. Namun anak-anak perempuan saya, mereka tidak bicara. Hanya laki-laki yang suka bergurau.
Bagaimana peranan perempuan dalam masyarakat ?
Mereka dapat saya katakan sebagai gubernur dalam rumah. Sedangkan pria gubernur dalam masyarakat. Mungkin mereka bertemu di suatu waktu, sehingga ada dua gubernur bertemu di satu titik pertemuan sehingga mereka bisa kerja sama untuk kepentingan lebih besar dalam masyarakat
Apakah Anda akan tinggal di Mindanao ? Di kota mana Anda tinggal
nanti ?
Mungkin di Cotabato, Zamboanga, Suth Cotabato, Jolo dan juga ungkin Palawan. Saya belum memutuskan.
Tapi apakah Anda akan tinggal di Mindanao dan tak kembali ke Jeddah ?
Anda tak bisa menghindari itu, orang-orang berebut mengundang saya
untuk tinggal di tempat mereka. ***
Anwar Ibrahim: Ini tak beda dengan Belanda
NAMA Anwar Ibrahim kembali mencuat sejak ia dipecat oleh PM Malaysia Mahathir Mohammad Rabu pekan lalu. Dia tidak hanya dipecat dari jabatan Deputi Perdana Menteri, Menteri Keuangan, Timbalan Presiden Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), tetapi bahkan dikeluarkan dari keanggotaan UMNO.
Pemecatan itu tidak membuat tokoh yang lahir di Penang, 10 Agustus 1947 itu hilang. Ia justru makin populer. Tuduhan Mahathir bahwa Anwar bermoral rendah, tidak membuat suami Dr Wan Aziza Wan Ismail dan ayah enam putra itu, menjadi kehilangan akal. Ia justru terlihat sabar, tabah, dan tetap bersemangat memperjuangkan negerinya yang juga mulai dilanda resesi. Berikut ini petikan wawancara wartawan Kompas, Asep Setiawan dengan Anwar Ibrahim di sela-sela pertemuan dengan pendukungnya yang terus menerus mengalir ke rumahnya untuk menangkap semangat reformasi hari Rabu (9/9).
Mengapa Anda melancarkan gerakan reformasi di Malaysia?
Saya memang mendukung reformasi dari dulu. Bahkan saat merebak reformasi di Indonesia saya juga dengan positif mendukung, sebab saya kira inilah kesempatan untuk kita menghormati suara rakyat dan negara kita ini juga harus lebih maju dari sudut kebebasan, demokrasi, serta keadilan.
Apa inti gagasan reformasi yang Anda bawa?
Sementara pemerintah dan UMNO mampu meneruskan khidmat, tetapi penyesuaian dan pembaruan itu dituntut oleh rakyat. Kasus pribadi saya ini sekadar memberi penjelasan atau bukti bahwa kerakusan kekuasaan masih ada. Mereka gunakan saluran mahkamah untuk menuntut cara-cara dan muslihat yang cukup kotor dari sudut politik.
Begitu juga tentang kekayaan, distribusi kekayaan. Saya menuntut supaya ekonomi tidak beredar hanya di beberapa kelompok. Saya tidak mengatakan ada ciri persamaan dengan Indonesia. Saya kira tidak separah dan sekentara seperti Indonesia, tapi masalahnya adalah sepatutnya kalau kita peka melihat perkembangan. Kami harus cepat-cepat perbaiki, melalui penyesuaian. Ini yang saya tuntut supaya tidak menimbulkan kemarahan di kalangan rakyat.
Kalau sekarang rakyat sudah datang, tanpa diundang, sudah ribuan atas inisiatif sendiri, mesti ada sebabnya mengapa mereka tertekan dan meledak. Yang datang ke sini tua dan muda, serta berasal dari kalangan miskin. Misalnya sopir taksi.
Apa makna reformasi bagi rakyat Malaysia?
Saya kira tidak ada keadilan, tidak ada jaminan keadilan. Saya terharu karena tampak rasa kasih mereka kepada saya. Saya juga merasa mendapat rangsangan cukup kuat dari Azizah (istrinya) dan anak-anak. Mereka menganggap saya mewakili dan sebagai simbol perjuangan mereka. Saya tidak menyangka seperti itu. Tidak ada rasa takut dari berbagai kaum. Walaupun mayoritas yang datang Melayu, tapi ada juga keturunan Cina dan India.
Apa tujuan yang Anda harapkan?
Di sini Anda lihat koran dan TV dikungkung begitu rupa. Saya sukar sekali mendapatkan informasi yang berbeda. Bahkan di Indonesia dalam keadaan dulu, jauh terbuka. Apa yang berlaku, banyak orang di sekitar Johor menonton berita TVRI dan TV Singapura.
Tidak ada keterbukaan?
Sama sekali tidak ada. Seperti Anda lihat sendiri.
Sejauh mana pengaruh gerakan reformasi Indonesia terhadap Anda?
Saya melihat positif, dari awal dan beberapa bulan sebelum pertukaran pemimpin, saya berkunjung ke Indonesia berulang kali. Saya mendapat kesan bahwa tidak ada pilihan. Saya sejak awal mendesak untuk ada penyesuaian yang baik sehingga tidak menunggu orang menuntut dengan kasar. Tapi karena itu saya disingkirkan.
Apa tuntutan rakyat itu?
Melihat perkembangan yang jauh, mereka juga mau perubahan dari segi keadilan, kebebasan, cara mengurus ekonomi yang memberikan faedah atau bermanfaat untuk golongan berpendapatan rendah dan tidak dimonopoli segelintir kecil, serta ada reformasi budaya yang menyeluruh, keterbukaan.
Kalau di Indonesia formasi itu pada akhirnya berarti Pak Harto harus mundur, bagaimana dengan di Malaysia?
Kalau dari tuntutan anak-anak tiap malam jelas (massa yang hadir dalam ceramah Anwar Selasa malam misalnya, dengan semangat menuntut PM Mahathir mundur). Tapi saya melakukan pendekatan yang lebih berhati-hati, supaya ada kesediaan dari pemerintah sendiri. Tetapi pandangan pemimpin tertinggi itu ternyata jauh berbeda dengan kalangan di bawah itu.
Bagaimana pendapat Anda dengan kebijakan ekonomi terakhir? Apakah akan membawa kebaikan?
Sebagai rakyat saya menginginkan berhasil, sebab kalau gagal lebih merumitkan ekonomi. Tapi sebagai seorang yang pernah terlibat dalam urusan ekonomi, saya menghadapi sedikit kesukaran karena terpancar dari sikap yang agak tertutup dan menyalahkan orang lain. Jadi kesalahan itu tidak hanya dari orang lain?
Ya. Saya mewakili pandangan bahwa kesalahan itu bukan hanya ada di sistem internasional, sistem keuangan antarbangsa, tapi juga sistem di dalam negeri.
Bagaimana pesan Anda bagi Indonesia?
Saya sungguh terharu. Secara pribadi dari dulu saya dibesarkan dalam iklim cukup akrab dengan teman-teman di Indonesia. Kini teman-teman itu mencoba memahami saya. Tahu fitnah yang dilemparkan sebagai suatu konspirasi politik karena mau menggagalkan usaha reformasi. Saya cukup berutang budi dan terharu dengan amal yang ditunjukkan dan dukungannya, khususnya kepada Presiden (BJ Habibie) secara pribadi, kepada menteri-menterinya, mahasiswanya, serta koran-korannya yang liputannya luar biasa.
Apakah benar seperti yang dikemukakan dalam Majalah Time, Presiden BJ Habibie pernah meminta Anda untuk menjaga jarak dari PM Mahathir Mohamad?
Pak Habibie ngomong kepada saya itu sebagai abang kepada adik. Dia bicara pengalamannya dan mengatakan saya harus berhati-hati. Harus sabar, harus juga mengendalikan diri dengan bijak supaya jangan nanti dibebani dengan segala permasalahan.
Bagaimana tuduhan Anda tidak bermoral?
Ya, persis seperti itu. Tuduhan bahwa saya akan menjatuhkan pemerintah, agen negara asing, pengkhianat negara. Ini seperti tuduhan Belanda kepada pejuang kemerdekaan Indonesia dulu. Saya bayangkan negara merdeka begini boleh menuduh karena saya semata-mata dilihat sebagai tokoh yang ada wibawa yang boleh mencabar (menantang) kedudukan Pak Mahathir. Itu saja. Dosa saya itu saja. Kalau salah laku seks, apa buktinya? Sampai sekarang nggak ada.
***
ANWAR kembali sibuk menghadapi para pendukungnya, terutama kaum muda Malaysia. Mereka begitu antusias menyambut, memeluk, dan bersalaman serta bertukar pikiran di rumahnya yang dijadikan tempat peluncuran gerakan reformasi Malaysia.
Anwar mengukuhkan simbol reformasi politik, ekonomi, sosial dan budaya di Malaysia itu dengan slogan "Kami sokong reformasi". ***
KOMPAS, Kamis, 10-09-1998. Hal. 12. Foto: 1
PUSAT INFORMASI KOMPAS
Palmerah Selatan 26-28
JAKARTA 10270
Wednesday, May 13, 2015
Broadcast News
Broadcast news(1) from klstar1
Political Journalism
Tv news broadcast analysis
Structure of TV News
Labels:
Journalism,
News,
Newsgathering,
Television,
TV,
TV News
TV News Newsgathering
Labels:
Journalism,
News,
Newsgathering,
Television,
TV
What is News ? (1)
Sunday, May 10, 2015
The Elements of Journalism
I have used the words “form” and “element” and am about to use the
word “principle” to assist in this account of what I think journalism is.
I am not married to such words, although for the moment they seem
helpful. “Form” refers simply to a type or class of thing — a genus, in
this case, of expression — that has an internal structure and functions
distinct from the internal structures and functions of other types of
expression.
As I have already said by way of illustration, poetry is a
form of expression; so too is journalism. In poetry, there are sonnets,
epics, limericks, and free verse; in journalism, there are news stories,
sidebars, editorials, news features, backgrounders, think pieces,
columns, narrative documentaries, and reviews. I am not identifying
the subforms of journalism by reference to various media. I have referred
to items that could be published in a newspaper or magazine,
or broadcast on radio or television.
In other words, I am trying todefine journalism in terms of what it is rather than by the medium
through which it is circulated. Now I am prepared to commit myself.
There are minimally five elements or principles of design in any piece
of journalism that, although journalism may share some of these with
other forms of expression and although the elements may be unequally
represented in individual pieces, together mark and define it.
In my view, journalism comprises distinctive elements or principles (1) of
news, (2) of reporting or evidence-gathering, (3) of language, (4) of
narration, and (5) of meaning.
I have used the words “element” and “principle” of design synonymously.
Speaking precisely, it is best to see them in this context as
two sides of the same coin. A principle of design becomes an element
when it is acted upon, operationalized, and embodied in a work of
journalism. Put differently, the elements in the text reveal the principles
that have guided its creation. It would be possible to write a full
essay and then some on each of these elements or principles. Here, I
will discuss each briefly in order to illustrate what I have in mind.
Notes Towards
a Definition of
Journalism
Understanding
an old craft
as an art form
By G. Stuart Adam
word “principle” to assist in this account of what I think journalism is.
I am not married to such words, although for the moment they seem
helpful. “Form” refers simply to a type or class of thing — a genus, in
this case, of expression — that has an internal structure and functions
distinct from the internal structures and functions of other types of
expression.
As I have already said by way of illustration, poetry is a
form of expression; so too is journalism. In poetry, there are sonnets,
epics, limericks, and free verse; in journalism, there are news stories,
sidebars, editorials, news features, backgrounders, think pieces,
columns, narrative documentaries, and reviews. I am not identifying
the subforms of journalism by reference to various media. I have referred
to items that could be published in a newspaper or magazine,
or broadcast on radio or television.
In other words, I am trying todefine journalism in terms of what it is rather than by the medium
through which it is circulated. Now I am prepared to commit myself.
There are minimally five elements or principles of design in any piece
of journalism that, although journalism may share some of these with
other forms of expression and although the elements may be unequally
represented in individual pieces, together mark and define it.
In my view, journalism comprises distinctive elements or principles (1) of
news, (2) of reporting or evidence-gathering, (3) of language, (4) of
narration, and (5) of meaning.
I have used the words “element” and “principle” of design synonymously.
Speaking precisely, it is best to see them in this context as
two sides of the same coin. A principle of design becomes an element
when it is acted upon, operationalized, and embodied in a work of
journalism. Put differently, the elements in the text reveal the principles
that have guided its creation. It would be possible to write a full
essay and then some on each of these elements or principles. Here, I
will discuss each briefly in order to illustrate what I have in mind.
Notes Towards
a Definition of
Journalism
Understanding
an old craft
as an art form
By G. Stuart Adam
Tuesday, March 10, 2015
The Future of Television News
Wednesday, 25/02/2015
Seminar Report
Satellite television news channels had a significant role in the development of the 24-hour news cycle in the 1980s with the need to broadcast live and break news before their competitors which at the time formed the basis of much of the news media ethos. However, Richard Sambrook, a former director of BBC global news, argues that satellite TV has now been overrun by innovative digital technology in news consumption methods, and that the television news industry has been slow to recognize this change in content gathering and distribution as an essential factor drawing in younger viewers.
With broadcasters losing audiences to digital TV and Internet platforms, he questions whether digital news gathering will lead to reinventing the entire broadcast wheel –integrating TV feeds into the Internet as Reuters TV, for example, has done. Sambrook points out that the breaking news market is no longer unique, and has been partially replaced by Twitter and Facebook audiences assimilating and distributing information.
When a BBC reporter waiting for the Duchess of Cambridge to give birth does a piece to camera outside St Mary’s Hospital, says ‘Plenty more to come, none of it news. But that won’t stop us,’ on live TV, it reminds that news must be news. Warped editorial judgments that a reporter must be live to fill airtime, not because the story is worth the time and slot, will drive away audiences. Here Sambrook recommends the need to reassess the breaking news concept and produce more engaging content to fill air time. In addition, he argues that because audiences are more discerning and experimental, formats and choreography need changing.
However, there will continue to be a need for verification, analysis and more contextualization to news stories, Sambrook says. Also, on the plus side for television news, Sambrook points out that 85% of consumers continue to use TV as their primary source of news; the trusted news brand still matters; additional news channels continue to come on air which means there is enthusiasm for news in Europe; and TV revenues are set to grow in the region to more than 5% in the next 5 to 7 years with advertising showing signs of recovery.
That’s the good news, but on the negative side, one can’t escape the fact that consumers will continue using multiple sources to gather information and share it further online. There is also a demographic problem: TV needs to find its future in its audiences and news consumers are getting older faster than audiences for other genres.
Sambrook identifies a kind of identity crisis challenging newsrooms in the UK and US. Technology is changing consumer behaviour, enabling new entrants like Vice News and BuzzFeed to grab a significant chunk of the audience market, particularly for video on tablets and mobiles. They have managed to generate enough resources to recruit foreign correspondents reporting on the web, who can cover serious global stories and present them with speed, flexibility and greater chutzpah.
Sambrook sees several key questions for the future, among them:
Richard Sambrook, Professor of Journalism and Director of the Centre for Journalism at the Cardiff School of Journalism, spoke at the Business and Practice of Journalism seminar at Green Templeton College on Wednesday 18 February 2015. Sumber: Reuters Institute
Satellite television news channels had a significant role in the development of the 24-hour news cycle in the 1980s with the need to broadcast live and break news before their competitors which at the time formed the basis of much of the news media ethos. However, Richard Sambrook, a former director of BBC global news, argues that satellite TV has now been overrun by innovative digital technology in news consumption methods, and that the television news industry has been slow to recognize this change in content gathering and distribution as an essential factor drawing in younger viewers.
With broadcasters losing audiences to digital TV and Internet platforms, he questions whether digital news gathering will lead to reinventing the entire broadcast wheel –integrating TV feeds into the Internet as Reuters TV, for example, has done. Sambrook points out that the breaking news market is no longer unique, and has been partially replaced by Twitter and Facebook audiences assimilating and distributing information.
When a BBC reporter waiting for the Duchess of Cambridge to give birth does a piece to camera outside St Mary’s Hospital, says ‘Plenty more to come, none of it news. But that won’t stop us,’ on live TV, it reminds that news must be news. Warped editorial judgments that a reporter must be live to fill airtime, not because the story is worth the time and slot, will drive away audiences. Here Sambrook recommends the need to reassess the breaking news concept and produce more engaging content to fill air time. In addition, he argues that because audiences are more discerning and experimental, formats and choreography need changing.
However, there will continue to be a need for verification, analysis and more contextualization to news stories, Sambrook says. Also, on the plus side for television news, Sambrook points out that 85% of consumers continue to use TV as their primary source of news; the trusted news brand still matters; additional news channels continue to come on air which means there is enthusiasm for news in Europe; and TV revenues are set to grow in the region to more than 5% in the next 5 to 7 years with advertising showing signs of recovery.
That’s the good news, but on the negative side, one can’t escape the fact that consumers will continue using multiple sources to gather information and share it further online. There is also a demographic problem: TV needs to find its future in its audiences and news consumers are getting older faster than audiences for other genres.
Sambrook identifies a kind of identity crisis challenging newsrooms in the UK and US. Technology is changing consumer behaviour, enabling new entrants like Vice News and BuzzFeed to grab a significant chunk of the audience market, particularly for video on tablets and mobiles. They have managed to generate enough resources to recruit foreign correspondents reporting on the web, who can cover serious global stories and present them with speed, flexibility and greater chutzpah.
Sambrook sees several key questions for the future, among them:
- As the market for in-depth news packages shrink, newsrooms must compete with Internet-driven content (although this isn’t always original).
- How broadcast news and the web integrate further will be a major factor in defining how the industry keep its audiences.
- Multi-platform on-demand news will evolve in 5 years but is still unchartered territory.
‘Technology is putting the consumer in the driving seat and in control of the choices presented,’ Sambrook concluded.Written by Razestha Sethna.
Richard Sambrook, Professor of Journalism and Director of the Centre for Journalism at the Cardiff School of Journalism, spoke at the Business and Practice of Journalism seminar at Green Templeton College on Wednesday 18 February 2015. Sumber: Reuters Institute
Subscribe to:
Posts (Atom)